Yang Sempat Hilang, Kini Kembali

|#9|: Dicari enggak kemari, eh, enggak dicari malah datang sendiri

Muhammad Rayhan
4 min readJun 7, 2024
Foto oleh Andrey Matveev dari Unsplash

Laptop lama saya rusak. Kerusakan tersebut cukup mengganggu fungsi utamanya dalam mengeluarkan suara. Walaupun volume suara sudah maksimum, pengeras suara (speaker) laptop saya masih terdengar pelan, bahkan saat malam hari. Bagi saya seorang mahasiswa teknik informatika, yang sering kali menonton tutorial mengenai pemrograman di YouTube, tentu kerusakan tersebut sangat mengganggu.

Karena hal itu, saya pun mencari cara bagaimana agar kegiatan belajar mandiri tetap efektif. Saya menemukan satu solusi: membeli perangkat audio eksternal yang dapat terhubung ke laptop. Di antara banyak pilihan perangkat audio, pilihan saya jatuh pada TWS (true wireless stereo). Alasan saya memilih perangkat ini selain karena dapat terhubung secara nirkabel (wireless) melalui Bluetooth, juga karena saya memerlukan perangkat yang menawarkan privasi dalam penggunaan suara.

Di sisi lain, saya tidak memutuskan untuk menyervis laptop karena biaya servis yang mahal dan peluang keberhasilan perbaikan yang rendah; perlu mengganti beberapa komponen perangkat keras.

Oiya. Sambil lalu, bicara soal TWS, saya masih belum menemukan padanan kata bahasa Indonesia yang tepat serta enak diucapkan/didengar. Saat saya mencari tahu di internet dan bertanya melalui AI, sih, jawabannya “stereo nirkabel sejati”. Saya agak tidak sreg dengan padanan tersebut. Entah, saya pun tak tahu mengapa; terasa kurang nyaman dibaca saja. Jadinya, saya tetap menggunakan diksi “TWS” di sini.

Oke, lanjut.

Setelah memiliki TWS, hari-hari saya hampir selalu ditemaninya. Tidak hanya ketika menggunakan laptop, tetapi juga ketika menggunakan ponsel. Entah itu mendengarkan musik saat bersantai, berjoging sambil menikmati lagu, mengikuti perkuliahan daring, atau bahkan saat bertelepon (teleponan) dengan doi, saya selalu memakainya. Se-menyenangkan itu memang mendengarkan suara melalui TWS.

Singkat cerita, terdapat momen yang menyebabkan saya sangat sedih dan kehilangan semangat sepanjang hari. TWS saya hilang! Sungguh menyedihkan! Ini terjadi di ruang kelas saat saya mengikuti perkuliahan pada hari Jumat. Sudah saya cari berkali-kali, bertanya sana-sini, merogoh setiap saku meja yang ada, menyibak seluruh gorden, hasilnya pun tetap nihil.

Huft! saya pasrah. Tak tahu dengan cara apa lagi agar TWS itu bisa kembali”, ucap saya ketika berdoa.

Momen-momen bersama TWS memang sulit dilupakan. Rasanya, jika tak bersamanya, hidup saya kurang lengkap. Agaknya, terdengar lebay, sih, tetapi begitulah yang saya rasakan. Karena keinginan yang kuat dan uang yang sudah terkumpul, akhirnya saya memutuskan untuk kembali membeli TWS untuk kedua kalinya. Tentunya dengan merek yang sama (tetapi berbeda tipe) karena sudah terasa nyaman dan cocok di telinga. Selain itu, harganya pun terjangkau; saya mampu membelinya.

Nahasnya, TWS saya yang kedua pun umurnya tak lama — sepertinya, tak sampai dua bulan. TWS itu rusak setelah terjatuh dari motor saat saya sedang berkendara. “Huft, enggak lagi-lagi, deh, berkendara sambil mengenakan TWS”, sesal saya terhadap diri. Saya pun kehilangan semangat lagi karena kejadian itu.

Sikap dan pandangan saya masih sama seperti awal: merasa TWS merupakan perangkat yang saya butuhkan. Untuk ketiga kalinya, saya kembali membeli TWS dengan tipe dan jenama yang sama. Sudah hampir 600.000 uang yang saya habiskan untuk membeli TWS tersebut tiga kali. “Tak apalah, selagi mampu membelinya dengan uang hasil keringat sendiri. Hitung-hitung, sebagai apresiasi diri setelah bekerja”, pikir saya.

Namun, sekali lagi, kejadian yang menyedihkan itu terulang kembali. TWS ketiga saya hilang lagi! Padahal baru berumur kurang dari satu bulan di tangan saya. “Ya ampun, mengapa saya tidak bisa menjaga barang kesayangan dengan baik?”, tanya saya dalam hati.

Karena ini sudah kali ketiga terjadi, dan tentu saja akibat kelalaian saya, saya merasa kapok dan harus belajar dari kesalahan ini. Saya memutuskan untuk tidak membeli lagi untuk keempat kalinya.

Akan tetapi, takdir berkata lain. Walaupun saya sudah merelakan kehilangan barang kesayangan tersebut, sebuah kejadian yang tidak terduga pun terjadi. Secara tak sengaja, tanpa rencana; niat; dan harapan, ketika saya hendak meminjam motor teman lalu mencari kuncinya di atas lemari, saya menemukan sebuah boks kecil berwarna biru muda. Dengan spontan, ingatan saya langsung mengarah pada benda yang pernah saya miliki. Benar saja, itu TWS saya. Sungguh kesenangan tak terkira!

TWS ketiga saya yang kembali.

Setelah itu, tentu, saya jingkrak-jingkrak dan teriak-teriak kegirangan sendiri. Teman-teman asrama pun sampai berpikir bahwa saya sedang kehilangan akal sehat. “Bodo amatlah, saya tidak peduli apa kata orang. Orang lagi senang kok”, gumam saya. Hehee.

Benar-benar definisi “dicari enggak ketemu, enggak dicari, eh, malah datang sendiri”.

Saya pun bingung. Terkadang saya bertanya-tanya, mengapa kejadian itu pernah dialami oleh kebanyakan orang, setidaknya sekali seumur hidup.

Mungkin saja, bukan hal tersebut yang membuat TWS saya kembali, melainkan karena doa yang saya panjatkan kepada Allah yang berbunyi “Ya Allah, kembalikanlah TWS saya. Mudahkanlah saya dalam mencari TWS”.

Saya berpikir dalam hati, “Apa karena saya menyematkan kata ‘mudahkanlah’, ya, dalam doa saya?”. Karena memang, dengan mudahnya, saya mendapatkan kembali benda kesayangan saya tersebut, bahkan saat tidak diharapkan pula.

Akhir kata, saya sendiri pun merasa sangat bersyukur kepada Allah karena TWS telah kembali dalam genggaman saya. Mau bagaimana pun juga, tentu ini merupakan campur tangan Allah.

Terima kasih banyak, ya Allah.

Berikan tepukan/clappers (👏🏻) jika kalian suka dengan tulisan saya ini. Jangan lupa pula untuk menanggapi dengan berkomentar (💬) ketika ingin bertanya, merespons atau mengulas sesuatu, atau bahkan sebatas bertegur sapa. Kedua hal itu sangat berpengaruh bagi saya untuk terus semangat menulis setiap hari.

Jika kalian ingin terhubung dan lebih dekat dengan saya, kalian bisa menghubungi saya melalui DM Instagram atau mengirim surat elektronik melalui G-Mail pribadi. Oiya, boleh sekali jika kalian ingin mengapresiasi saya dengan memberikan tip melalui laman Saweria saya ini. Terima kasih!

--

--

Muhammad Rayhan

Seorang mahasiswa yang tengah membangun kebiasaan menuangkan ide dalam bentuk tulisan atau lisan.