Melepas Jerat Pengendalian dan Manajemen Diri yang Buruk

|#18|: Berupaya dengan langkah-langkah praktis dan sederhana untuk mengatasi tantangan sehari-hari, mengubah kebiasaan buruk, dan menjadi versi terbaik bagi diri sendiri

Muhammad Rayhan
5 min readJun 16, 2024
Photo by Laurenz Kleinheider on Unsplash

Perihal manajemen diri dan pengendalian diri selalu menjadi tantangan berat bagi diri saya. Hari terasa berantakan dan tidak terarah akibat saya yang tidak pandai memanajemen atau, lebih tepatnya, mempersiapkan diri pada hari sebelumnya. Beberapa kegiatan terasa sulit dihentikan — hingga tak terasa mengabaikan tugas lain yang penting — akibat dari pengendalian diri yang tak ditanam kuat-kuat. Kedua hal itu, acap kali saya alami, bahkan hingga hari ini.

Ini bukan tentang diri saya yang memimpikan hidup yang ideal dan sempurna akan daftar aktivitas hari-hari yang tersusun rapi. Bukan juga tentang diri saya yang mampu menepati janji kepada diri sendiri atas suatu kegiatan yang telah diatur. Bukan. Melainkan, tentang diri saya yang berusaha untuk mencari jalan keluar ketika tidak nyaman akan sesuatu; ketika sadar bahwa hal tersebut tidak bisa didiamkan begitu saja.

Seringnya, ketika saya sedang melakukan atau merasakan hal-hal yang membuat tidak nyaman tersebut, saya menyadari itu. Sangat sadari. Namun, buruknya saya adalah tak tanggap mencari jalan keluar saat itu juga ketika kesadaran itu hadir. Alih-alih saya langsung menghentikan kegiatan tersebut atau mencoba berkontemplasi, eh, saya malah melawan diri dengan berkata pada diri, “Udah, lanjut aja elah.”

Di sisi lain, saya sadar bahwa kedua hal tersebut juga menjadi tantangan bagi kebanyakan orang, alias bukan hanya saya sendiri. Apalagi, jika kedua hal tersebut tidak dibiasakan atau ditanam kuat-kuat oleh orang tua atau lingkungan, tentu menjadi barang yang — sadar atau tidak — kontraproduktif: berpotensi merusak diri untuk masa depan. Yang awalnya kita menganggap remeh hal tersebut, eh, ternyata berujung penyesalan tiada terkira dan bahkan sampai menyalahkan diri sendiri.

Jika sudah pada titik ini, kita, bagaimana? Jika kita sudah menyadari dan merasakan dampak buruknya langsung, apa yang harus kita lakukan? Langsung memutus dan menghentikan semua begitu saja ketika sudah hancur? Atau bahkan membuang jauh-jauh segala hal yang menjadi sumber ketidaknyamanan itu muncul?

Tenang, tenang. Jangan terlalu keras pada diri sendiri. Jangan pula terlalu menyalahkan diri sendiri. Walaupun kita sadar bahwa itu semua disebabkan oleh kita sendiri, tindakan mengeraskan dan menyalahkan diri tetap bukan pilihan yang baik. Terlebih, jika kita terlalu memaksakan diri, penyakit psikologis berpotensi menjangkit diri kita.

Ya terus, kita harus bagaimana? Oke. Pada awal-awal ini, Ada tiga hal yang harus kita ketahui pasti dan tanam kuat-kuat untuk mulai bangkit dari kebiasaan buruk itu. Pertama, kita perlu menerima bahwa perubahan atas keburukan tidak mungkin terjadi dalam satu malam; satu waktu singkat. Kedua, kita juga perlu menyadari dan menerima lapang dada bahwa diri kita (pernah) memiliki kebiasaan buruk. Ketiga, kita juga perlu sadar bahwa pengendalian diri dan manajemen diri adalah — percaya atau tidak — suatu keterampilan (skill), yang tentunya membutuhkan waktu, latihan, dan kesabaran untuk membentuknya.

Selanjutnya, bagaimana? Jika kita sudah menerima tiga hal fundamental tersebut, saatnya kita melangkah ke tahap berikutnya. Tahap yang perlahan, tetapi pasti; kecil, tetapi berarti. Tahap ini bukan hanya tentang memulai kebiasaan baru, melainkan juga tentang mempertahankan momentum dan konsistensi dalam setiap langkah yang kita ambil.

Pertama, mulailah membuat perencanaan langkah kecil. Jangan terlalu terburu-buru atau terlalu ambisius dalam membuat perubahan. Artinya, kita hanya perlu berorientasi pada diri kita; seberapa mampu diri kita. Misalnya, jika kita ingin memperbaiki manajemen waktu, kita bisa mulai dengan merencanakan satu atau dua aktivitas utama untuk hari esok. Fokuslah pada pencapaian kecil ini sebelum menambah beban dengan rencana yang lebih besar. Ini akan membantu kita merasa berhasil dan termotivasi untuk terus melangkah maju.

Kedua, buatlah sistem yang mendukung kita. Sistem di sini bisa berarti lingkungan di mana kita berada atau berupa alat bantu. Lingkungan mempunyai andil yang besar untuk kita melakukan perubahan. Ketika kita tahu ingin melakukan perubahan, artinya kita juga perlu tahu hal-hal apa yang bisa menghambat langkah kita. Lebih lanjut, jika hal tersebut mengganggu atau menghambat keberprosesan kita, batasi. Sebaliknya, jika menunjang dan mempermudah, pertahankan. Manfaatkan pula alat bantu yang ada di sekitar kita; di tempat yang bisa kita jangkau, seperti kalender, aplikasi manajemen tugas, atau bahkan daftar periksa (checklist) harian. Alat-alat ini akan membantu kita tetap terorganisasi dan memantau perkembangan kita. Lebih penting lagi, sistem ini juga berfungsi sebagai pengingat yang membantu kita tetap berada di jalur yang benar.

Ketiga, evaluasi diri secara rutin. Setiap malam sebelum tidur atau akhir pekan, luangkan waktu sejenak untuk merefleksikan apa yang telah kita capai dan apa yang masih perlu diperbaiki. Apakah ada kegiatan yang masih sulit dihentikan? Apakah ada tugas yang sering terabaikan? Refleksi ini bukan untuk menyalahkan diri, melainkan untuk memahami pola perilaku kita dan mencari solusi yang lebih baik.

Keempat, libatkan orang lain. Tidak ada salahnya untuk meminta dukungan dan bantuan dari teman, keluarga, atau bahkan mentor. Bercerita kepada mereka tentang tujuan kita dan tantangan yang kita hadapi bisa memberikan perspektif baru dan dukungan moral yang sangat dibutuhkan. Selain itu, memiliki seseorang yang mengingatkan kita pada komitmen bisa menjadi pendorong yang kuat untuk tetap disiplin.

Kelima, berikan penghargaan pada diri sendiri. Setiap kali kita berhasil mencapai tujuan kecil atau memperbaiki kebiasaan buruk, beri diri kita penghargaan. Penghargaan ini bisa berupa hal-hal sederhana seperti menikmati waktu luang, melakukan hobi yang kita sukai, atau bahkan sekadar beristirahat sejenak. Menghargai diri sendiri atas usaha yang telah dilakukan akan memperkuat dan melanggengkan semangat dan motivasi kita untuk terus maju.

Terakhir, sadarilah bahwa perjalanan ini adalah proses jangka panjang yang tak mudah: perlu upaya keras dan perjuangan. Ada kalanya kita akan terjatuh dan menghadapi kegagalan di tengah-tengah. Namun, yang terpenting adalah bagaimana kita bangkit kembali dan terus berusaha. Jangan biarkan kesalahan atau kegagalan sesaat menghentikan kita. Setiap langkah kecil yang kita ambil, setiap usaha yang kita lakukan, semuanya berkontribusi pada perubahan yang lebih besar.

Dengan kesadaran penuh, konsistensi, ketekunan, dan kesabaran, — insyaallah, perlahan-lahan — kita akan mampu melepas jerat kebiasaan buruk dan membentuk keterampilan manajemen diri dan pengendalian diri yang kuat. Ini bukan tentang menjadi sempurna, melainkan tentang menjadi versi terbaik bagi diri kita sendiri. Jangan lupa, minta dukungan atau bantuan dari orang lain dan sandarkan pada Allah apa-apa yang ingin kita perbaiki ini.

Akhir kata, teruntuk kita, saya; teman-teman pembaca; dan siapa pun yang sedang berjuang, teruslah melangkah, dan percayalah bahwa perubahan positif akan datang seiring waktu.

Berikan tepukan/clappers (👏🏻) jika kalian suka dengan tulisan saya ini. Jangan lupa pula untuk menanggapi dengan berkomentar (💬) ketika ingin bertanya, merespons atau mengulas sesuatu, atau bahkan sebatas bertegur sapa. Kedua hal itu sangat berpengaruh bagi saya untuk terus semangat menulis setiap hari.

Jika kalian ingin terhubung dan lebih dekat dengan saya, kalian bisa menghubungi saya melalui DM Instagram atau mengirim surat elektronik melalui G-Mail pribadi. Oiya, boleh sekali jika kalian ingin mengapresiasi saya dengan memberikan tip melalui laman Saweria saya ini. Terima kasih!

--

--

Muhammad Rayhan

Seorang mahasiswa yang tengah membangun kebiasaan menuangkan ide dalam bentuk tulisan atau lisan.