Idul Adha yang Berbeda dari Sebelum-Sebelumnya

Muhammad Rayhan
3 min readJun 17, 2024

--

|#19|: Mengalami momen Idul Adha yang berbeda dari biasanya, dan mencoba pengalaman baru sebagai relawan kurban.

Photo by Moaz Tobok on Unsplash

Bagaimana momen Lebaran Idul Adha kalian tahun ini? Apakah merayakannya bersama keluarga atau sendiri karena sedang merantau? Selamat, ya, bagi kalian yang masih sempat dipertemukan bersama keluarga pada momen spesial ini. Bagi kalian yang merayakannya sendiri atau tanpa keluarga, sini, kita kumpul. Kita tos dulu, tos. Saya dan kamu sama. Apa pun sebabnya, semoga kita tetap selalu dibuat merasa merayakan dan bahagia pada momen ini, ya.

Lebaran Idul Adha saya kali ini terasa berbeda dari tahun-tahun yang lalu. Selain karena merayakannya tanpa keluarga, saya juga mencoba banyak pengalaman baru. Biasanya, jika bersama keluarga, saya bisa menikmati aroma sop iga atau gulai khas Ibu, tetapi kini, sepertinya, kondisi memaksa saya untuk belajar membuatnya sendiri. Kemudian, yang sebelumnya saya hanya mendekam di rumah seusai salat Id, tetapi kini saya merasakan keluar asrama untuk membantu memotong-motong daging hasil kurban.

Kisah ini bermula ketika malam hari sebelum lebaran (Ahad malam kemarin), saya dikirim pesan oleh pembina program tempat saya mengajar, ustaz Andri namanya. Beliau mengajak saya menjadi relawan kurban di masjid kompleks perumahannya. Beliau bilang,

“Mas Rayhan, kalau sampean besok tidak ada agenda, saya mengajak sampean untuk jadi relawan Qurban di masjid kompleks perumahan saya. Insyaallah, besok disediakan sarapan, makan siang sop iga dan sate, makan sore gulai dan sumur daging. Semuanya gratis! Waktunya pukul 07.00 s.d. selesai, ya. Mohon konfirmasinya, ya. Sampean juga bisa ajak teman, ya. Soalnya, butuh tenaga orang banyak.”

Tanpa pikir panjang, saya langsung membalas, “Wah, boleh, Ustaz. Insyaallah, besok saya kosong juga.” Tentu alasan saya mengambil putusan cepat adalah karena ada embel-embel “disediakan makan gratis” — seperti program unggulan paslon terpilih itu. Sebagai perantau yang mencari makan sendiri, siapa coba yang menolak tawaran makan enak gratis? Jarang-jarang bukan makan gulai, sumur, atau sop iga gratis dengan porsi sepuasnya.

Keesokan harinya, saya tiba di lokasi pukul tujuh kurang, setelah selesai salat Id di masjid dekat asrama. Setibanya di sana, saya bertemu dan menyapa teman-teman kuliah yang saya ajak untuk menjadi relawan juga. Setelah itu, agenda dilanjutkan dengan sarapan nasi dan soto serta teh atau kopi hangat. Berikutnya, …

Sebenarnya, banyak sekali momen indah dan menyenangkan yang ingin saya ceritakan ke kalian di sini. Namun, ketika saya mencoba melanjutkan, mata ini sepertinya tidak bisa dipaksa untuk tetap terjaga, dan membutuhkan istirahat. Saya merasa sangat lelah setelah seharian membantu warga kompleks perumahan dalam mengolah daging. Tenaga terkuras, tangan sering terkena cairan daging, perut terasa penuh dan mengantuk karena kekenyangan, semua itu baru saja saya alami. Meskipun begitu, saya tetap merasa sangat senang karena berhasil menambahkan satu pengalaman baru ke dalam hidup saya.

Hahaa. Terdengar konyol memang diri saya ini. Masa seorang cowok usia 21 tahun belum pernah mencoba memotong daging hasil kurban? Mungkin pertanyaan itu yang akan muncul di benak kalian. Tak ada salahnya. Toh, saya pun berpikiran seperti itu terhadap diri sendiri. Namun, mau bagaimana pun juga, tetap faktanya begitu. Makanya, saya tadi bilang, “Saya tetap merasa sangat senang.”

Sekali lagi, maaf, mata saya sudah tidak bisa diajak bekerja sama lagi untuk terus menulis. Ia memaksa saya untuk beristirahat segera — istilah di saya, matanya kiyep-kiyep. Mungkin ini menjadi sebagai alarm atau pengingat bagi saya untuk acara esok hari. Yap, esok hari, saya dan teman-teman asrama diamanahkan menjadi panitia kurban di Kabupaten Malang sana. Yang menjadi alasan kuat bagi saya untuk beristirahat segera adalah, besok kita harus sudah sampai di lokasi pukul enam kurang. Artinya, saya harus berangkat langsung setelah salat Subuh agar tiba tepat waktu di lokasi. Durasi perjalanannya kurang-lebih 45 menit.

Mohon maaf pula kalau tulisan kali ini kurang enak dibaca. Selain karena lelah fisik, saya perlu beraktivitas mulai besok pagi, saya juga sedang lelah berpikir.

Mungkin, lain waktu bisa saya lanjutkan kisahnya. Jadi, tolong ingatkan saya kepada saya, ya, perihal ini.

Selamat beristirahat, teman-teman.

--

--

Muhammad Rayhan

Seorang mahasiswa yang tengah membangun kebiasaan menuangkan ide dalam bentuk tulisan atau lisan.