Cowok Belajar Masak? Siapa Takut!

|#4|: Dari sangat anti terhadap dapur menjadi sebuah hobi di kala menganggur

Muhammad Rayhan
5 min readJun 2, 2024
Foto oleh Jason Briscoe dari Unsplash

Sebagai lelaki, tampak ada satu keterampilan (skill) — atau setidaknya kegiatan — yang sangat tidak dominan dalam dirinya. Kegiatan yang terkesan tabu dan banyak dihindari oleh kaum berjakun dan berzakar. Memasak, bagi banyak lelaki, acap dianggap sebagai wilayah eksklusif perempuan dan bukan bagian dari identitas maskulin mereka. Banyak lelaki merasa bahwa memasak akan merobohkan citra kuat dan maskulin yang mereka coba pertahankan. Akibatnya, dapur sering kali menjadi ruang yang asing dan tidak menarik bagi mereka.

Pada awalnya, saya pun berpegang teguh seperti itu. Pergi ke dapur hanya sesekali, memotong bawang tak bisa sama sekali, mengangkat masakan dari tungku tak ada nyali, saat belanja bahan masakan tak tahu apa yang dibeli, sampai-sampai nama-nama perlengkapan dapur pun tak tahu tanpa terkecuali. Aduhai, mengapa diri ini merasa geli memasak dan tak ingin coba menggali?

Namun, kini, itu semua tak berlaku lagi. Semenjak saya tinggal di asrama, saya mendapati diri saya dalam situasi yang memaksa dan berpikir keras untuk berubah. Pemasukan yang terbatas, jadwal kuliah yang sangat padat, dan waktu luang yang minim, saya merasa seperti terjebak dalam keadaan yang tidak menentu. Keadaan ini begitu mencekam sehingga menuntut saya untuk memaksimalkan waktu luang yang tersisa dengan keuangan yang serba seadanya.

Suatu hari, setelah pulang kuliah dengan perut yang keroncongan, saya tersadar bahwa terus-menerus memuaskan isi perut dengan membeli makanan bukanlah solusi yang bijak dalam kondisi ini. Saat itulah, ide untuk mencoba memasak sendiri mulai terlintas. Awalnya, saya merasa ragu, tetapi dorongan untuk hidup ekonomis dan memaksimalkan fasilitas asrama akhirnya mengalahkan ketakutan dan stereotipe yang selama ini membelenggu. Dengan semangat yang cukup, saya memutuskan untuk mulai belajar memasak.

Ingat sekali saat itu, masakan pertama saya adalah makanan yang sangat sederhana: nasi goreng. Dengan bermodalkan bawang, garam, dan bumbu cepat saji; serta menonton tutorial di YouTube, saya mampu menyelesaikan masakan tersebut. Memang, diksi saya di situ “menyelesaikan”, bukan “berhasil membuat”. Alasannya karena, ya, memang enggak berhasil, alias gagal. Nasi lembek karena terlalu banyak minyak, rasa pahit, agak gosong, dan warna kehitaman karena terlalu banyak kecap, itu semua melengkapi ke-tidakberhasilan-an hidangan saya tersebut.

“Ah! cowok memang tidak ditakdirkan pandai memasak”, keluh saya saat itu. Ya, walaupun mengeluh-mengeluh begitu, masakannya tetap saya makan, sih, bahkan sampai habis. Lapar soalnya. Hehee.

Meski hasilnya jauh dari sempurna, semangat saya tak kunjung padam dan ada rasa kepuasan tersendiri yang dihasilkan. Kegagalan pertama itu justru menjadi titik pantik saya untuk terus mencoba.

Hari demi hari, saya semakin terbiasa dengan kegiatan memasak. Saya mulai mengenal berbagai bahan masakan, memahami cara menggunakan peralatan dapur, dan bahkan mulai bereksperimen dengan resep-resep baru. Memasak, yang dulu terasa begitu asing, kini menjadi kegiatan yang menyenangkan dan penuh tantangan.

Hingga kini, saya berhasil membuat beragam olahan masakan dengan beraneka bahan dan teknik memasak pula. Mulai dari nasi goreng, sarden, sosis asam manis, tahu-telur bumbu kacang, hingga ayam katsu dan krispi, pernah saya jajal untuk dimasak. Setiap kali saya mencoba resep baru, ada semangat dan antusiasme baru pula yang menyertai, seperti seorang penjelajah yang menemukan wilayah baru.

Menariknya, kegiatan memasak ini juga memberikan dampak positif pada interaksi saya dengan teman-teman di asrama. Teman asrama beberapa kali saya minta untuk mencicipi masakan saya lalu mengulasnya. Kendati ulasannya tak selalu bernuansa positif terhadap masakan saya, saya tetap merasa senang, karena ada sudut pandang lain yang turut memperbaiki keterampilan memasak saya. Kadang kala juga, saya meminta teman asrama untuk menghabiskan makanan siap saji yang tersisa, karena selain agar mencegah membasi, saya juga ingin segera mengeksplorasi masakan lainnya.

Memasak telah mengubah pandangan saya tentang peran lelaki di dapur. Kini, saya tidak hanya melihat dapur sebagai tempat untuk meracik-ramu masakan, tetapi sebagai ruang di mana kreativitas, kesabaran, dan kegembiraan bersatu-padu. Memasak telah menjadi bagian penting dalam hidup, dan saya yakin, siapa pun yang berani mencoba, terutama laki-laki, akan merasakan manfaat yang sama pula. Jadi, mari kita angkat sutil dan mulai berkreasi di dapur!

Berikut saya lampirkan foto-foto beberapa hasil masakan saya.

Sosis-Telur Asam Manis
Sarden
Ayam Krispi
Naget Asam Manis
Naget-Sosis Asam Manis
Ayam Katsu siap saji
Tahu-Telur Bumbu Kacang
Tahu Kering Asam Manis

Berikan tepukan/clappers (👏🏻) jika kalian suka dengan tulisan saya ini. Jangan lupa pula untuk menanggapi dengan berkomentar (💬) ketika ingin bertanya, merespons atau mengulas sesuatu, atau bahkan sebatas bertegur sapa. Kedua hal itu sangat berpengaruh bagi saya untuk terus semangat menulis setiap hari.

Jika kalian ingin terhubung dan lebih dekat dengan saya, kalian bisa menghubungi saya melalui DM Instagram atau mengirim surat elektronik melalui G-Mail pribadi. Oiya, boleh sekali jika kalian ingin mengapresiasi saya dengan memberikan tip melalui laman Saweria saya ini. Terima kasih!

--

--

Muhammad Rayhan

Seorang mahasiswa yang tengah membangun kebiasaan menuangkan ide dalam bentuk tulisan atau lisan.